Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Tradisi Pasola di Kabupaten Sumba Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur

Tradisi Pasola di Kabupaten Sumba Barat


Indonesia merupakan negara yang kaya akan tradisi dan wisata adat istiadat yang membuat wisatawan mancanegara terkagum-kagum melihatnya. Salah satu tradisi di Sumba, Nusa Tenggara Timur yang tak kalah unik adalah Festival Perang Pasola.

Pasola adalah permainan perang tradisional antara dua kelompok 'pasukan' berkuda yang saling melempar lembing (tombak kayu) di sabana. Secara etimologi Pasola berasal dari kata 'sola' atau 'hola' yang berarti tombak kayu atau lembing sehingga dapat dikatakan bahwa Pasola adalah permainan ketangkasan dengan menggunakan lembing.

Menurut cerita masyarakat setempat, tradisi unik ini lahir dari kisah cinta seorang janda cantik, Rabu Kaba. Sebelum menyandang status janda, Rabu Kaba adalah istri sah Umbu Dula, tokoh masyarakat Waiwuang. Umbu Dula memiliki dua saudara laki-laki lainnya yaitu Ngongo Tau Masusu dan Yagi Waikareri. Suatu ketika ketiga bersaudara itu meminta izin kepada masyarakat Waiwuang untuk menjelajahi laut.

Namun ternyata mereka pergi ke kawasan selatan Pantai Sumba Timur untuk mengumpulkan beras. Setelah sekian lama, ternyata ketiga bersaudara itu belum juga pulang. Warga pun mencari jejaknya namun tidak ketemu. Akhirnya warga sepakat untuk mengadakan upacara berkabung dan menganggap mereka telah meninggal.

Singkatnya, janda cantik istri mendiang Umbu Dula itu kemudian menjalin hubungan asmara dengan Teda Gaiparona, pemuda tampan asal Desa Kodi. Namun karena aturan adat menyatakan cinta mereka tidak sah, pasangan ini kemudian kabur. Janda cantik itu dibawa oleh Teda Gaiparona ke Desa Kodi. Tidak lama setelah kejadian tersebut, ketiga bersaudara Ngongo Tau Masusu, Yagi Waikareri dan Umbu Dula kembali ke Desa Waiwuang dan mendapatkan kabar bahwa Rabu Kaba telah dibawa pergi oleh Teda Gaiparona.

Perselisihan tidak bisa dihindari. Ketiga bersaudara dan seluruh warga Waiwuang meminta Teda Gaiparona untuk bertanggung jawab membawa pergi Rabu Kaba. Akhirnya tercapai kesepakatan, bahwa Teda Gaiparona harus mengganti mahar yang diterima Rabu Kaba dari keluarga Umbu Dulla. Setelah itu, pernikahan adat dapat dilakukan.

Usai pernikahan, Teda Gaiparona berpesan kepada warga untuk melaksanakan Festival Pasola . Dengan demikian diharapkan dendam kedua desa dapat dilepaskan dengan bermain perang-perangan dan bertanding secara fair dalam permainan ketangkasan lempar lembing dari atas kuda.

Pelaksanaan Tradisi Pasola sendiri sebenarnya merupakan bagian dari Ritual Marapu (agama lokal masyarakat Sumba). Dalam kepercayaan Marapu, unsur terpenting adalah menjaga keharmonisan antara manusia dengan leluhurnya. Ini karena arwah para leluhur akan memberi mereka kesuburan dan kemakmuran. Tradisi unik masyarakat Sumba ini biasanya diadakan sebagai puncak dari Pesta Adat Nyale, yaitu upacara adat untuk meminta restu para dewa dan roh leluhur agar panen tahun ini berhasil.

Tradisi Pasola sangat mengandalkan perhitungan tetua adat (Rato) yang menafsirkan berbagai tanda alam, termasuk peredaran bulan. Perhitungan Rato konon tak pernah meleset. Hal itu terlihat dari munculnya nyale (cacing laut) saat dilakukan Pasola. Adanya “nyale” merupakan tanda dimulainya permainan Pasola. Menurut penanggalan Masehi, Pasola digelar antara bulan Februari hingga Maret di beberapa tempat di sekitar Kabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur.

Dalam permainan yang menantang dan berbahaya ini, pengunjung dapat melihat secara langsung dua kelompok 'Ksatria Sumba' yang saling berhadapan, lalu memacu kudanya dengan lincah sambil sesekali menembakkan lembing ke arah lawan. Tak hanya mahir menunggang kuda dan melempar lembing, para peserta Pasola juga sangat mahir menghindari tongkat yang dilempar lawan. Derap kaki kuda yang bergemuruh melintasi lapangan, suara kuda meringkik dan jeritan galak para penunggangnya menjadi musik alami yang mengiringi permainan. Belum lagi teriakan penonton wanita yang menyemangati “pahlawan” mereka di medan perang.

Dalam permainan ini, para peserta telah menyiapkan tongkat kayu khusus dengan panjang 1,5 meter dengan diameter 1,5 cm. Meski tongkat dibiarkan tumpul, sering terjadi kecelakaan yang merugikan peserta bahkan menimbulkan korban jiwa. Darah yang mengalir di arena Pasola dianggap bermanfaat untuk kesuburan tanah dan agar panen berhasil.

Sedangkan jika ada korban, maka korban dianggap telah mendapat hukuman dari dewa karena melakukan pelanggaran. Peserta yang terkena lembing — jika memungkinkan — dapat merespons di arena ini. Namun, jika pertandingan usai, sementara peserta masih penasaran untuk membalas serangan lawan, maka ia harus bersabar menunggu event Pasola di tahun berikutnya. Sebab, dalam tradisi Pasola tidak dibenarkan menyimpan dendam dan dendam di luar arena Pasola.

Pelaksanaan Tradisi Pasola tidak hanya sekedar permainan jasmani (profan), tetapi juga merepresentasikan ketaatan umat Marapu dalam menjalankan adat leluhurnya. Karena Pasola sendiri bersifat sakral, maka sebelum pelaksanaan acara Pasola para tetua adat melakukan semedi dan lakutapa (puasa) untuk memohon berkah baik dari para dewa dan leluhur.

Selain memiliki nilai sakral, secara fungsional Tradisi Pasola juga dapat dilihat sebagai unsur pemersatu masyarakat Sumba. Seperti cerita tentang asal muasal Pasola yaitu untuk menghilangkan dendam antara kampung Waiwuang dan Kodi, Pasola hingga kini menjadi ajang silaturahmi dan persaudaraan antar warga. Warga di antara dua kubu yang “bertarung” di Pasola diajak tertawa dan bergembira bersama sambil menyaksikan kelincahan para penunggang kuda.

Pertandingan Pasola digelar di empat desa di Kabupaten Sumba Barat . Keempat desa tersebut meliputi Desa Kodi, Desa Lamboya, Desa Wanokaka dan Desa Gaura. Pelaksanaan Festival Perang Pasola di keempat desa tersebut dilakukan secara bergilir, antara bulan Februari hingga Maret setiap tahunnya.

Sedangkan akses menuju kawasan Pasola cukup mudah. Dari Kota Waingapu, wisatawan bisa menggunakan transportasi umum seperti bus atau menyewa jasa travel untuk menuju lokasi Pasola di Kabupaten Sumba Barat. Menyaksikan Festival Pasola adalah salah satu hal terbaik yang bisa dilakukan saat berlibur di Sumba .

Related Posts

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments