Ticker

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Sejarah Kabupaten Sikka



Sikka adalah sebuah kabupaten di provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia , di pulau Flores . Ini mencakup area seluas 1.731,91 km 2 dan memiliki populasi 300.301 pada sensus 2010. Ibukotanya adalah kota Maumere , yang terdiri dari kabupaten Alok Barat, Alok dan Alok Timur (walaupun dua yang terakhir juga mencakup sejumlah pulau di utara Flores).

Distrik administratif 
Kabupaten ini dibagi menjadi dua puluh satu kabupaten ( kecamatan ), ditabulasikan di bawah ini dengan wilayah dan jumlah penduduknya pada sensus 2010 dan sensus 2020. Tabel tersebut juga mencantumkan lokasi pusat pemerintahan kabupaten, jumlah desa ( desa dan kelurahan ) di setiap kabupaten, dan kode posnya.

Portugis adalah negara Eropa pertama yang menaklukkan sejumlah wilayah di Nusantara. Wilayah yang ditaklukkan oleh Portugis kemudian direbut oleh Belanda dengan perang, negosiasi, tipu daya, adu mulut dan jual beli dengan kedok tukar menukar wilayah jajahan. Wilayah-wilayah yang diperebutkan oleh Portugis dan Belanda kemudian menjadi bagian dari negara kepulauan terbesar di dunia, yang disebut Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kehadiran bangsa Portugis pada abad XV hingga XVII di sejumlah wilayah Nusantara, antara lain Aceh, Jawa, Ternate, Tidore, Makasar, Manado, Solor, Adonara, Alor dan sekitarnya, pulau Timor dan Flores pada umumnya, khususnya di kabupaten Sikka, provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia tidak terlepas dari misi bangsa penjajah Portugis saat itu, yaitu Feitaria, fortaleza, a Igreja yang berarti perdagangan, penguasaan militer dan penginjilan. Dalam versi bahasa Inggris dari Feitaria, Fortaleza, seorang Igreja kemudian ditafsirkan sebagai Emas, Kemuliaan, Injil.

Di Kabupaten Sikka di Pulau Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur selain dari desa Sikka dan Paga yang dikenal luas sebagai bekas wilayah jajahan Portugis yang diatur dalam suatu perjanjian yang disebut Tratado Demarcação E Troca De Algumas Possessoes Portugis E Neerlandezas No Archipelago De Solor E Timor yang berarti Persetujuan Penataan dan Pertukaran Beberapa Kepemilikan Portugis dan Belanda di Kepulauan Solor dan Timor yang ditandatangani oleh Dom Pedro V dan Mauricio Helderwier pada tanggal 20 April 1859, ternyata masih ada beberapa tempat lain yang Setidaknya memiliki pengaruh Portugis, seperti Kecamatan Bola dan Kecamatan Kewapate dan sumber air tawar di pantai utara pulau Flores bernama Wair Noke Rua yang berarti mata air suci.Jarak 12 km dari kota Maumere ke arah utara pulau Flores, tempat tersebut diyakini sebagai tempat singgah Santo Fransiskus Xaverius dalam perjalanannya dari Ternate ke Malaka saat itu untuk mengisi perbekalan.

Meski saat ini belum ada penjajahan di seluruh dunia, namun jejak dan pengaruh Portugis di Kabupaten Sikka dapat ditemukan saat ini, yaitu Gereja Tua di desa Sikka, sejumlah benda pusaka yang dibawa oleh Raja Dom Alexius Ximenes da Silva dari Malaka seperti helm, 2 kalung, tongkat kerajaan yang semuanya terbuat dari emas. Pusaka tersebut diberikan oleh Portugis padasaat menobatkan Dom Alexius Ximenes da Silva sebagai raja. Sebagai bentuk rasa terima kasih, Portugis kemudian diberikan sejumlah barang tersebut beserta hak hegemoni parsial di dalam dan sekitar Sikka. Selain itu terdapat tanah kosong yang diyakini oleh masyarakat setempat di Paga sebagai tempat didirikannya Gereja oleh orang Portugis yang oleh masyarakat setempat disebut dengan Gereja Manu, sebuah batu nisan. tempat yang diyakini sebagai tempat pemakaman 2 orang portugis,

Di kabupaten Sikka juga terdapat batu karang di pesisir selatan Laut Sawu di kecamatan Bola. Pada abad XVI Portugis menanam salib di atas batu yang oleh masyarakat setempat disebut Watu Cruz (Batu Salib), dan juga nama kecamatan Queva–Pantai (Kewapante) dan marga Portugis seperti Da Gama, Da Silva, Da Gomez, Da Cunha, Da Lopez, Da Costa, Da Rato, Parera, Fernandez, Carwayu (Carvalho), Rodriquez Kondi (Conde) serta sejumlah nama panggilan seperti Samador (Semeador), Don, Ximenes, Menina, Soares, Alvares, Tavares, Pedro, Jasinta, Jose, Maria, Edmundus (Edmundo), dan lain-lain.

Selain itu, salah satu warisan kolonial Portugis yang mengakar kuat dalam kehidupan masyarakat kabupaten Sikka dan masyarakat pulau Flores, Indonesia adalah agama Katolik. Perjalanan agama Katolik di pulau Flores, Solor, Adonara, Lembata dan sekitarnya memiliki sejarah yang panjang. Pada saat perundingan untuk menindaklanjuti kesepakatan penjualan wilayah jajahan Portugis di seluruh pulau Flores, Timor Barat, Solor, Adoara, Alor dan Pantar yang kemudian dikenal sebagai Tratado Demarcação E Troca De Algumas Possessoes Portugis E Neerlandezas No Archipelago De Solor E Timor, yang berarti Perjanjian Demarkasi dan Pertukaran Beberapa Kepemilikan Portugis dan Belanda di Kepulauan Solor dan Timor yang telah ditandatangani oleh Dom Pedro V dan Mauricio Helderwier pada tanggal 20 April 1859, Parlemen Belanda keberatan karena dalam perjanjian tersebut Portugis tidak memberikan kebebasan kepada Belanda untuk menjalankan misi Protestan (Zendeling) di pulau Flores dan sekitarnya. Sebaliknya, Portugis tetap pada pendiriannya bahwa agama Katolik yang telah diperkenalkan kepada masyarakat di pulau Flores dan sekitarnya harus tetap menjadi agama masyarakat.

Sebaliknya, Belanda diberi kebebasan untuk menjalankan misi Protestan di bagian barat pulau Timor dan pulau-pulau sekitarnya. Penyebaran Protestantisme dapat dilihat dari identitas masyarakat di provinsi Nusa Tenggara Timur di bagian barat pulau Timor, yaitu bagian dari kabupaten Timor Tengah Utara, Timor Tengah Selatan, Kupang, Sabu, Rote, Sumba dan kepulauan Alor, di mana mayoritas masyarakat modern saat ini beragama Protestan. Sedangkan masyarakat Flores, Solor, Adonara, Lembata dan pulau-pulau sekitarnya beragama Katolik.

Related Posts

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments