Ticker

6/recent/ticker-posts

Rumah Adat di Kabupaten Sumba Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur

Rumah Adat di Kabupaten Sumba Barat


RUMAH ADAT
Seperti kampung mereka, rumah orang Sumba terbagi dalam pengertian rumah besar (uma kalada) dan selainnya. Dan seperti wanno kalada, uma kalada juga merupakan rumah yang dibangun oleh nenek moyang pertama dan dihuni turun temurun oleh generasiselanjutnya. Di rumah adat ini berdiam arwah leluhur yang telah menjadi serupa dewa (marapu),dan dirumah ini pula tersimpan harta benda pusakan milik keluarga bersangkutan. Semua turunan pendiri rumah, baik yang masih berdiam disitu maupun yang telah membangun hunian baru terikat dalam suatu hubungan kekerabatan yang di sebut kabisu. Dalam satu kampung umumnya terdapat lebih dari satu kabisu, masing-masing memiliki uma kalada tersendiri yang berfungsi sebagai pusat kehidupan sosio-religius kelompok kabisu bersangkutan.

                Rumah-rumah tradisional yang tidak termasuk kategori rumah adat disebut ana uma (jika dibangun kampung yang sama) atau uma ouma (jika dibangun diluar kampung adat). Ana uma artinya anak rumah, yaitu cabang sebuah rumah adat yang didirikan oleh nenek moyang yang lebih muda. Sedangkan uma ouma berarti rumah kebun, karena awalnya memang dibangun disekitar sawah dan ladang untuk keperluan pengawasan. Rumah-rumah semacam ini tidak dianggap sebagai kediaman leluhur sehingga tidak dijadikan pusat seremonial. Seremoni-seremoni penting dalam siklus hidup penghuninya seperti perkawinan dan penguburan tetap dilaksanakan di rumah adat utama, demikian pula dengan pemujaan-pemujaan tertentu.

                Seperti disinngung sebelumnya, sebuah rumah adat utama selalu menjadi milik sebuah kabisu. Dan dalam sebuah kampung yang homogen (dihuni lebih dari satu kabisu), rumah adat kabisu yang lain berdasarkan nama yang disandangnya. Nama sebuah rumah adat bisa berdasarkan nama pendirinya, tapi lebih sering berdasarkan perang ritual yang dijalankannya. Namadan fungsi rumah antara kampung yang satu dengan yang lainnya juga berbeda-beda, terggantung upacara yang bisa digelar di kampung tersebut. Sebagai contoh, dikampung Tambera (kec. Loli) ada rumah bernama Uma Kalada Wogo milik klan Wee Lowo yang bertugas sebagai penjaga mata air suci dan pemanggil hujan. Sementara dikampung Dikita (kec. Tana Rigu) ada Umma Pulluna yang berperan menyampaikan pesan-pesan di antara para rato (jubir).

KONSEPSI ARSITEKTUR
MENURUT Salean yang dikutip A.A.Ray Geria dan I Gusti Ayu Armini (2010) dalam jurnal berjudul Arsitektur Tradisional Rumah Adat Sumba di Waikababak Kabupaten Sumba Barat, arsitektur bukan hanya sekedar wujud dan perilaku budaya masyarakat, tetapi merupakan penanda zaman yang dipengaruhi oleh tempat, iklim, bahan, ilmu pengetahuan, teknologi, pemerintahan, kepercayaan dan tradisi suatu masyarakat. Dan jika dicermati, keseluruhan rancangan rumah adat Sumba merupakan refleksi norma dan ide-ide, adat istiadat dan status sosial, pengelompokkan gender, kelompok kekerabatan dan tentu saja keterkaitan dengan alam.

                Ide-ide tentang kelompok kekerabatan, status sosial dan adat istiadat, sudah terangkum dari pembahasan sebelumnya, dimana bagi orang Sumba, rumah tradisional atau lebih tepat di sebut rumah adat, bukan sekedar tempat tinggal semata tapi sekaligus berfungsi sebagai identitas kelompok serta pusat kehidupan sosial dan seremonial. Sementara ide tentang norma, pengelompokan gender dan keterkaitan dengan alam akan terlihat pada uraian selanjtnya.

                Rumah adat Sumba berbentuk panggung, dilengkapi menara yang membumbung tinggi seolah hendak menggapai langit. Hal ini, sebagaimana diyakini sebagian orang, merupakan pelambang hubungan harmonis antara manusia dan Sang Pencipta. Rumah adat Sumba aslinya dib angun tanpa paku, bagian-bagiannya ditautkan satu sama lain menggunakan pasak serta tali kayu (kalere) atau rotan (uwe). Seluruh berat rumah ditopang ole empat tiang utama (parii kalada) yang terbuat dari kayu-kayu khusus seperti masela, kawisu, lapale atau ulu kataka, serta tiang-tiang penyangga yang lebih kecil.

                Keempat tiang utama, terutama tiang pertama didekat pintu masuk, merupakan elemen arsitektur rumah adat Sumba yang paling penting, setidaknya dari sisi religius. Masing-masing tiang dilingkari cincin besar dari kayu (labe), sehingga jika dilihat secara keseluruhan, tiang dan cincin ini agak mirip linggadan yoni, konsepsi seksual Hindu yang melambangkan kesuburan. Dari sisi religius labe berfungsi sebagai tempat meletakkan persembahan, sedangakan kegunaan praktisnya adalah sebagai gelang anti tikus agar hewan pengerat tersebut tidak bisa memanjat ke loteng tempat menyimpan hasil panen.

                Masing-masing tiang utama memiliki nama dan fungsi tersendiri. Beda kampung beda lagi namanya, tapi dari segi fungsi pada prinsipny sama saja. Tiang yang terletak di sebelah kanan depan (parii urat) biasanya merupakan tiang yang Paling diutamakan karena dipercaya sebagai tempat lalu lalang marapu pendiri rumah. Melalui tiang ini manusia dapat berhubungsn dengan leluhurnya untuk mencari jawaban atas berbagai pertanyaan. Tiang kanan belakang merupakan kediaman roh-roh leluhur yang lebih kemudian. Roh-roh ini dipercaya selalu mengawasi pintu utama, sehingga ada pula yang menyebut tiang tempat mereka berdiam sebagai tiang penjaga kabisu. Tiang ketiga yang terletak di sebelah kiri depan dan tiang ke empat dibelakangnya memiliki makna yang kurang lebih sama dengan pasangan mereka di sebelah kanan, tetapi ditujukan untuk leluhur dari pihak perempuan (loka). Karena terletakdi dekat area dapur, tiang keempat kerap pula dijuluki tiang penjaga api. Makna lain keempat tiang utama adalah manifestasi empat arah mata angin: utara, selatan, barat dan timur, dengan tungku api yang berada tepat ditengahnya sebagai simbol matahari.

Related Posts

Baca Juga

Post a Comment

0 Comments