Secara adat-istiadat dan kebudayaan, Kabupaten Malaka
merupakan masyarakat adat Timor, yang hidup dalam empat kelompok
suku-bangsa dan bahasa. Penduduk Kabupaten Belu, kebanyakan Orang Tetun.
Selain Orang Tetun yang berkonsentrasi di sebagian besar Tasifeto,
sebagian besar Malaka dan sebagian besar Kobalima; terdapat juga Orang
Marae atau Bunak yang berkonsentrasi di hampir seluruh wilayah Lamaknen
serta beberapa perkampungan lain di Tasifeto, Malaka dan Kobalima; Orang
Kemak yang berkonsentrasi di Sadi, dan beberapa perkampungan lainl di
Tasifeto serta Orang Dawan R yang berkonsentrasi di Manlea dan
Biudukfoho, wilayah Malaka. Umumnya penduduk Kabupaten Belu, berasal
dari ras Melayu Tua (Proto-Melayu), ras yang diyakini lebih tua dan
lebih awal mendiami Pulau Timor. Selain Ras Melayu Tua, terdapat juga
ras Melayu Muda (Deutero-Melayu) dan Asia (Cina). Baik ras Proto Melayu,
Deutero Melayu dan Asia, telah berbaur dan telah terikat dalam sistem
kawin-mawin, sejak beratus-ratus bahkan beribu-ribu tahun silam.
Di Kota Atambua, juga beberapa kota kecil seperti Atapupu, Halilulik, Betun, terdapat juga sejumlah kecil penduduk yang berasal dari luar Kabupaten Malaka, entah dari Pulau Timor sendiri, atau pun dari luar Pulau Timor. Bahasa daerah Kabupatn Malaka adalah bahasa tetum. Bahasa ini sama seperti bahasa daerah dari Kabupaten Malaka, karena kedua kabupaten tersebut memiliki satu nenek moyang dan juga Kab. Malaka merupakan kabupaten yang baru saja mekar pada tahun 2012.
Daerah kabupaten Malaka pada umumnya terdiri atas daratan bukit dan pegunungan serta hutan. Daerah Malaka tergolong daerah yang curah hujannya sedikit yang secara tidak langsung iklim tersebut mempengaruhi pola hidup dan watak keseharian masyarakat Malaka.
Tempat tinggal orang-orang Malaka dahulunya banyak berada di daerah perbukitan yang dikelilingi oleh semak berduri dan batu karang yang tidak mudah didatangi orang dan hidup secara berkelompok, dengan maksud untuk menjaga keamanan dari gangguan orang luar maupun binatang buas. Rumah asli penduduk Malaka bernama Lopo, yaitu rumah yang berbentuk seperti kapal terbalik dan ada yang seperti gunung. Atapnya menjulur ke bawah hampir menyentuh tanah. Dinding rumah terbuat dari Pelepah Gewang, biasa disebut Bebak, tiang-tiangnya terbuat dari kayu-kayu balok, sedang atapnya dari daun gewang. Di bagian dalam rumah dibagi menjadi dua ruangan yaitu bagian luar diberi nama Sulak , untuk ruang tamu , tempat tidur tamu , dan tempat anak-anak laki-laki dewasa .Pada bagian dalam disebut Nanan , yaitu tempat untuk tidur keluarga dan tempat makan . Sebelum pengaruh agama masuk ke daerah ini masyarakat di sini sudah mempunyai kepercayaan kepada Sang Pencipta, Sang Pengatur, yang biasa mereka sebut dengan Uis Neno, Dewa Langit dan Uis Afu, Dewa Bumi. Banyak ragam upacara dan sesaji yang ditujukan kepada dewa-dewa tersebut untuk meminta berkah kesuburan tanah, hasil panen dan lain-lain. Salah satu contoh adalah upacara Hamis Batar no Hatama Mamaik suatu upacara sebagai tanda rasa syukur dimulainya musim petik jagung.
0 Comments