Mata Air Panas Rana Masak terletak di Desa Ngampang Mas Kecamatan Borong,
tepatnya 25 km arah utara Borong. Bisa ditempuh dengan menggunakan kendaraan
bermotor roda dua dan roda empat dalam waktu satu jam. Luas areal mata air panas
sekitar 1 hektar,dengan dominasi pemandangan persawahan penduduk dan
pegunungan hijau yang memberikan kesejukan tersendiri. Mata air panas ini memiliki tiga titik mata air, dengan panas mencapai 40º c yang mampu mematangkan
telur ayam dalam waktu 15 menit.
Masyarakat sekitar mata air panas Rana Masak,yakni warga Purak dan Balus memiliki cerita tersendiri tentang tempat ini. Konon di lokasi mata air panas terdapat sebuah kampung tua. Sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani. Suatu ketika semua warga kampung berangkat ke ladang. Yang ada dikampung hanya seorang warga yang buta dan seorang yang lumpuh. Keduanya tinggal dirumah masing-masing yang saling berdekatan. Menjelang siang warga yang buta hendak masak untuk makan siang, namun tak punya api untuk menyalakan tungku masaknya. Ia pun meminta bantuan si Lumpuh untuk api nya, tapi si lumpuh kesulitan untuk menghantar apinya. Si buta tidak kehabisan akal, kebetulan dia memiliki seekor anjing ia pun menyuruh anjingnya untuk mengambil api di rumah si lumpuh. Si lumpuh kemudian mengikatkan api ke ekor anjing si lumpuh dan menyuruhnya pergi. Anjing ini pun pergi dan berlari mengelilingi kampung. Saat bersamaan warga kampung lainnya pulang dari ladang, dan menyaksikan kejadian itu. Mereka pun tertawa dan menganggap hal tersebut sebagai hal yang lucu.
Malam hari, seorang kepala suku dan tetua adat di kampung, bermimpi di datangi makluk halus. Dalam mimpinya ia ditanya tentang kejadian siang hari, terutama soal si buta dan si lumpuh yang mengikat api di ekor anjing. Sang tua adat pun mendapat marah, dan diminta untuk memilih “ Ngoeng hang kar, ko ngoeng hang B'ele'k?” (Mau makan nasi yang keras atau mau makan nasi bubur). Si tua adat memilih untuk makan nasi bubur (hang b'ele'k). Saat terjaga si tua adat pun menyadari bahwa ini pilihan yang sulit, dan tak lama kemudian hujan turun dengan deras disertai longsor yang menimbun dan meluluh lantahkan kampung tersebut. Beberapa waktu kemudian diatas bekas kampung tersebut muncul mata air panas yang kemudian dikenal sebagai meta air panas Rana Masak.
Aksesibilitas :
Mata air panas Rana Masak bisa ditempuh dalam waktu 45 menit dari Borong dengan
menggunakan kendaraan bermotor roda dua atau roda empat, namun kendaraan tersebut hanya sampai ke kampung Turak. Dari Turak jalan yang dilalui hanya jalan setapak dengan waktu tempuh 15 menit. Jalan alternative lainnya adalah dengan menyusuri pinggiran kali Wae Bobo, dengan berjalan kaki perjalanan butuh waktu sekitar 1,5 jam melewati kebun warga dan persawahan dengan udara yang sejuk
dan menyegarkan.
tepatnya 25 km arah utara Borong. Bisa ditempuh dengan menggunakan kendaraan
bermotor roda dua dan roda empat dalam waktu satu jam. Luas areal mata air panas
sekitar 1 hektar,dengan dominasi pemandangan persawahan penduduk dan
pegunungan hijau yang memberikan kesejukan tersendiri. Mata air panas ini memiliki tiga titik mata air, dengan panas mencapai 40º c yang mampu mematangkan
telur ayam dalam waktu 15 menit.
Masyarakat sekitar mata air panas Rana Masak,yakni warga Purak dan Balus memiliki cerita tersendiri tentang tempat ini. Konon di lokasi mata air panas terdapat sebuah kampung tua. Sebagian besar penduduknya memiliki mata pencaharian sebagai petani. Suatu ketika semua warga kampung berangkat ke ladang. Yang ada dikampung hanya seorang warga yang buta dan seorang yang lumpuh. Keduanya tinggal dirumah masing-masing yang saling berdekatan. Menjelang siang warga yang buta hendak masak untuk makan siang, namun tak punya api untuk menyalakan tungku masaknya. Ia pun meminta bantuan si Lumpuh untuk api nya, tapi si lumpuh kesulitan untuk menghantar apinya. Si buta tidak kehabisan akal, kebetulan dia memiliki seekor anjing ia pun menyuruh anjingnya untuk mengambil api di rumah si lumpuh. Si lumpuh kemudian mengikatkan api ke ekor anjing si lumpuh dan menyuruhnya pergi. Anjing ini pun pergi dan berlari mengelilingi kampung. Saat bersamaan warga kampung lainnya pulang dari ladang, dan menyaksikan kejadian itu. Mereka pun tertawa dan menganggap hal tersebut sebagai hal yang lucu.
Malam hari, seorang kepala suku dan tetua adat di kampung, bermimpi di datangi makluk halus. Dalam mimpinya ia ditanya tentang kejadian siang hari, terutama soal si buta dan si lumpuh yang mengikat api di ekor anjing. Sang tua adat pun mendapat marah, dan diminta untuk memilih “ Ngoeng hang kar, ko ngoeng hang B'ele'k?” (Mau makan nasi yang keras atau mau makan nasi bubur). Si tua adat memilih untuk makan nasi bubur (hang b'ele'k). Saat terjaga si tua adat pun menyadari bahwa ini pilihan yang sulit, dan tak lama kemudian hujan turun dengan deras disertai longsor yang menimbun dan meluluh lantahkan kampung tersebut. Beberapa waktu kemudian diatas bekas kampung tersebut muncul mata air panas yang kemudian dikenal sebagai meta air panas Rana Masak.
Aksesibilitas :
Mata air panas Rana Masak bisa ditempuh dalam waktu 45 menit dari Borong dengan
menggunakan kendaraan bermotor roda dua atau roda empat, namun kendaraan tersebut hanya sampai ke kampung Turak. Dari Turak jalan yang dilalui hanya jalan setapak dengan waktu tempuh 15 menit. Jalan alternative lainnya adalah dengan menyusuri pinggiran kali Wae Bobo, dengan berjalan kaki perjalanan butuh waktu sekitar 1,5 jam melewati kebun warga dan persawahan dengan udara yang sejuk
dan menyegarkan.
0 Comments